Ketika memutuskan untuk menikah, saat itu umur saya masih 22 tahun. Melangkah atas niat untuk menyempurnakan setengah agama, lingkungan pertemanan saya tidak ada yang mencoba support atas keputusan besar ini, disaat mengirim undangan mayoritas respon adalah :
Wah sudah nikah lagi? Nanti gimana? Memangnya sudah siap?
Sayangnya saya sudah terbiasa dengan ocehan-ocehan bernada seperti itu, sehingga menganggap ‘biasa’ saja. Saya tau setiap keputusan tentu mempunyai konsekuensi masing-masing. Menikah membuat kita semakin berfikir mengenai masa depan. Banyak hal sebelum menikah tidak terfikirkan atau memang terlupakan, salah satu contohnya adalah persiapan pendidikan anak kelak. 🙂 1 hari setelah menikah di Garut saya tetap pulang ke kantor semi rumah di Setiabudi Regency – Bandung, dan mengajak istri tinggal di kantor bersama beberapa team saya. Selama 1.5 tahun sebelum menikah saya sudah membuat konsep lantai 1 untuk personal, lantai 2 untuk bekerja. (numpang)
Bahagia bisa di beri ujian kehidupan untuk hidup bersama team, apa-apa untuk bersama, bukan lagi memikirkan ber-dua. Semua yang satu rumah sudah menjadi kewajiban kita berdua untuk di jaga / di layani dengan baik dan berbagi tugas satu sama lain, bagaimana tidak, saat itu saya dan istri lah yang menjadi orang tua mereka. Kebahagiaan kita semua ketika ada anggota keluarga yang berhasil wisuda. Di rumah ada 4 orang yang berhasil di wisuda dengan mengandalkan internet kantor!
Tempat yang sering kedatangan tamu, dan juga teman-teman yang ingin belajar bisnis maupun masak! Ya istri lumayan sering masak jadi bisa di bilang senior di lingkungan teman-temannya haha.
Sebelum menikah saya sudah menyicil perabotan rumah tangga, misalnya kasur hingga kulkas. Saya mencoba mengkonsep agar suatu waktu ketika punya rumah tidak harus beli perabotan lagi. 6 bulan setelah menikah akhirnya punya rumah sendiri dan semua yang di konsep terealisasi dengan baik.
Saya meyakini bahwa bahtera rumah tangga ini selalu di kuatkan oleh team saya yang sering membawa permasalahan #ehh, Pasti ada gelombang apalagi kita tinggal bersama selain keluarga. Berbeda pandangan ataupun tersinggung oleh perkataan orang lain adalah makanan sehari-hari, Ya namanya juga hidup. Saya sering menguatkan dengan perkataan sederhana : Orang hidup pasti di berikan cobaan, bagaimanapun juga semua itu tergantung dengan cara kita menyikapinya. Yakin kan semua cobaan itu datang dari Allah, lalu tugas kita? masa komplain sih, tugas kita bersyukur atas cobaan yang datang dan belajar lebih baik lagi, problem ini belum seberapa, mungkin di depan akan ada ujian yang lain makanya harus melewati level ini dulu, ayo semangat lagi 🙂
Alhamdulillah saat tulisan ini di terbitkan istri saya sedang mengandung bayi laki-laki 35 minggu. Sebentar lagi saya jadi Ayah. Deg-degan nambah tanggung jawab dan terasa rindu padahal belum pernah bertemu. Semoga saya terus bersyukur atas segala ujian naik level dariNya. Semoga bisa jadi Ayah yang bisa memikul tanggung jawab dengan bijak!
Bagi yang mau mengenali saya lebih jauh (perjalanan kecil hingga berusaha membuat lapangan pekerjaan) bisa membaca buku CEO Notes.
Terima Kasih sudah membaca, sampai jumpa di artikel berikutnya.